Suzuki akan menutup pabriknya di Thailand pada akhir 2025 dan menghentikan produksi, dengan alasan utama penurunan permintaan mobil kecil dan penurunan profitabilitas akibat penguatan Baht.
Produksi dan penjualan pabrik Thailand telah menurun tajam sejak mencapai puncaknya pada tahun 2016, dan Suzuki berencana untuk membantu beberapa karyawannya mendapatkan pekerjaan baru dan memindahkan mereka ke pabrik lain setelah penutupan.
Penguatan mata uang Asia dan pelemahan ekonomi Jepang telah membuat bisnis Suzuki di Thailand menghadapi kesulitan, dan keberhasilan pemulihan daya saingnya akan menjadi sorotan di masa mendatang.
Pabrikan otomotif Jepang, Suzuki, mengumumkan pada tanggal 7 Juni bahwa mereka akan menghentikan produksi mobil empat roda di Thailand pada akhir tahun 2025 dan menutup pabriknya di Rayong. Penyebab utamanya adalah penurunan permintaan mobil kecil dan penguatan baht yang membuat produk ekspor mereka kurang menguntungkan. Penjualan domestik dan layanan purna jual akan tetap beroperasi. Mobil yang diproduksi di Thailand antara lain Swift, Ciaz, dan Celerio, yang dipasarkan di dalam negeri dan diekspor ke negara-negara seperti Filipina, Vietnam, dan Amerika Tengah dan Selatan. Ke depannya, Suzuki berencana untuk memasok kendaraan yang diproduksi di Jepang, India, dan Pakistan ke Thailand dan negara ekspor lainnya.
Suzuki Thailand memulai produksi pada Maret 2012 dan mencapai puncak produksi pada tahun 2016. Namun, pada tahun 2023, produksinya turun sekitar 87% dari puncaknya menjadi 7.579 unit. Penjualan juga turun sekitar 73% dari puncaknya di tahun 2013 menjadi 10.807 unit, dan ekspor anjlok sekitar 97% dari puncaknya di tahun 2015 menjadi 1.272 unit. Setelah penutupan pabrik di Thailand, Suzuki berencana untuk membantu beberapa karyawannya mendapatkan pekerjaan baru dan memberikan dukungan seperti memindahkan mereka ke pabrik sepeda motor dan mesin tempel di Pathum Thani.
Baru-baru ini, baht mencapai level tertinggi sejak Juli 1997, di mana pada awal Agustus, 1 baht setara dengan 4,18 yen. Won Korea juga mencapai level tertinggi dalam 8 tahun. Penguatan mata uang Asia ini disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia dan perbedaan suku bunga. Jepang dianggap mengalami penurunan daya saing ekonomi dibandingkan dengan negara-negara Asia. Dengan keputusan penutupan pabrik di Thailand, Suzuki diprediksi akan mengalami penurunan produksi dan penjualan. Kita perlu mencermati apakah Suzuki mampu mengatasi kesulitan ini dan mengembalikan daya saingnya.